Selasa, 05 Februari 2008

seniman perdana

Anugerah Seni DKR,
Cemeti Lecut Seniman


Awal Februari ini, Dewan Kesenian Riau (DKR) kembali memberikan apresiasi kepada seniman berupa gelar Seniman Perdana (SP) dan Seniman Pemangku Negeri (SPN). Seniman Perdana adalah seniman utama; orang yang dianggap paling gemilang dalam berkarya serta menunjukkan dedikasi dan kapabilitas tinggi. Sedangkan Seniman Pemangku Negeri, diambil dari lima percabangan seni. Sastra, tari, seni rupa, teater, dan musik.
Tahun ini, penerima SP adalah Rida K Liamsi. Seniman yang mengawali karirnya sebagai guru kemudian menjadi wartawan dan akhirnya berlabuh sebagai pengusaha ini, dianggap tim dewan juri layak menyandang gelar SP di depan namanya. Rida K Liamsi, selain sudah menekuni dunia sastra, khususnya menulis dan membaca puisi, juga terbilang sangat tunak dalam mendedikasikan dirinya dalam berkarya. Salah satu karyanya yang paling monumental adalah novel Bulang Cahaya yang mendapat respon positif tidak hanya di Riau, tapi juga merambah ke seantero Indonesia.
Sedangkan peraih Seniman Pemangku Negeri untuk cabang sastra adalah Fakhrunnas MA Jabbar, sastrawan yang terus menghasilkan ratusan karya di tengah kesibukannya sebagai Deputy Director di PT Riaupulp. Untuk cabang seni rupa diberikan kepada Masteven Romus, seniman seni rupa yang sudah menghasilkan sejumlah karya dan membentangkannya di banyak negara. Sedangkan untuk cabang musik, anugerah diberikan kepada Arman Rambah musik, arranger musik yang sangat tunak dengan karya-karya Melayu yang sangat kental.
Yang patut mendapat catatan khusus, tahun ini Anugerah Seni tidak diberikan kepada dua cabang seni, yaitu teater dan tari. Dewan juri yang dipimpin Dr Yusmar Yusuf MPsi, sekretaris Kazzaini Ks, dan anggota drh Chaidir MM, Prof Dr Ashaluddin Jalil MS, SP Taufik Ikram Jamil, SPN Iwan Irawan Permadi, dan Tien Marni, ini menilai untuk tahun kedua cabang tersebut belum menemukan seniman yang dinilai benar-benar layak untuk menerimanya.
Penerima anugerah berhak atas pencantuman gelar SP atau SPN di depan namanya. Selain itu, kepada mereka juga diberikan hadiah. Jumlahnya terbilang besar untuk ukuran penghargaan serupa. Untuk Seniman Perdana mendapatkan Rp75 juta, sedangkan Seniman Pemangku Negeri mendapatkan Rp25 juta. Beberapa seniman yang pernah meraih gelar ini adalah SP Sutardji Calzoum Bahri, SP Hasan Junus, SP Taufik Ikram Jamil, SPN Marhalim Zaini, SPN GP Ade Darmawi, dan sejumlah nama lainnya.
Pemberian Anugerah Seni ini tentu saja menarik disimak. Pertama, ini adalah pemberian anugerah yang mampu bertahan sampai usianya yang keempat. Pertahanan ini bisa dilakukan karena di-back up dengan baik oleh banyak pihak, terutama pendanaan dari pemerintah. Kedua, hadiah yang diberikan terbilang cukup besar, walaupun harus diakui, jumlah itu masih sangat tidak layak untuk menilai jasa dan karya seorang seniman. Seperti diketahui, seniman memang tidak mampu membuat jembatan, membangun pabrik, membuat perusahaan, namun seniman mampu membangun jiwa sang pembuat jembatan, sang pembangun pabrik, dan lainnya. Tak bisa dibayangkan, jika yang bekerja di pabrik, mengatur perusahan, atau memimpin negara adalah orang yang tidak punya jiwa seni, tentulah semua akan menjadi kering tak bermaya.
Ketiga, ternyata tahun ini, dua percabangan seni, yaitu tari dan teater, tidak menempatkan perwakilannya. Ini harus menjadi catatan penting bagi seluruh seniman di dua cabang ini untuk kembali memompa semangat dan meningkatkan kualitas karya. Walaupun anugerah bukan akhir dan tujuan sebuah karya, namun anugerah juga bisa dijadikan acuan berkarya atau tidak, berkualitas atau tidak, diakui atau tidak, oleh pihak lain.
Anugerah Seni DKR ini memang layak dipertahankan. Walau harus diakui, ada beberapa kekurangan yang harus dibenahi. Ya, seperti jumlah hadiah yang dinilai masih kurang layak untuk memberi apresiasi kepada seniman. Apalagi, sejak diluncurkan pertama kali, jumlah hadiah itu tidak bertambah sampai sekarang. Saatnya, seniman mendapat penghargaan yang semakin layak.***

0 komentar: