Sabtu, 22 Desember 2007

Setahun Menggoreskan Tinta Kebudayaan di Riau

Melesat ke Level Lebih Tinggi
Tahun 2007 boleh dikata menjadi tahun kedigdayaan kebudayaan dan kesenian di Riau. Berbagai even besar digelar di ranah Melayu ini. Bukan hanya berlevel daerah, tapi juga nasional, bahkan internasional.
Laporan SAIDUL TOMBANG, Pekanbaru
saidul-tombang@yahoo.com
Mungkin tahun 2007 akan tercatat ke dalam sejarah emas kebudayaan dan kesenian di Riau. Bagaimana tidak, di tahun ini banyak sekali catatan besar dan manis tentang itu yang membawa harum nama besar Riau, dan tentu saja secara spesifik Melayu Riau. Seperti peresmian gedung kesenian Anjung Seni Idrus Tintin, pergelaran Opera Melayu Tun Teja, Anugerah Sagang, Pekan Budaya Melayu Dunia, dan tentu saja penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI).
Anjung Seni Idrus Tintin
Dulu, Riau mempunyai sebuah gedung teater kecil yang diberi nama Teater Arena yang terletak di komplek Balai Dang Merdu Pekanbaru. Untuk sebuah pergelaran, Teater Arena cukup bisa diandalkan dan menjadi tempat para pemain teater dan seniman untuk mengekspresikan diri mereka. Namun kapasitasnya masih sangat kecil, tidak layak menyandang sebuah gedung kesenian.
Lalu, pemerintah membangun sebuah gedung kesenian dengan proyek multiyears yang kemudian menjadi milestone penting sejarah kebudayaan di Riau. Anggarannya juga besar, terletak di komplek Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai) Jalan Sudirman Pekanbaru. Gedung kesenian yang kemudian diberi nama Anjung Seni Idrus Tintin ini kemudian menjelma bukan hanya sebagai tempat berkreasinya seniman Riau, tapi juga bisa digunakan untuk kegiatan berlevel nasional, bahkan internasional. Gedung ini juga bisa sebagai landmark Provinsi Riau, bahkan Indonesia, sebagaimana Singapura mempunyai Esplanade yang menyita perhatian dunia.
Gedung yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempena dengan peresmian Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Kabupaten Siak ini mempunyai kapasitas tempat duduk lebih banyak dan layak menyandang sebagai gedung kesenian. Salah satu penanda peluncuran gedung ini penampilan Opera Melayu Tun Teja yang berhasil memukau dunia teater Indonesia. Gedung yang diambil dari nama seniman besar teater Riau almarhum Idrus Tintin ini juga menjadi tempat pelaksanaan puncak Festival Film Indonesia (FFI) 2007 yang dihadiri ratusan artis film se-Indonesia.
Opera Melayu Tun Teja
Penampilan teater di Riau berjalan dengan kontiniu. Sanggar-sanggar berdiri di mana-mana. Bahkan, sekolah-sekolah favorit mempunyai sanggar teater lebih dari dua. Tradisi bermain tonil ini masih terpelihara, walaupun secara kuantitas dan kualitas mengalami dekadensi atau penggerusan yang cukup memprihatinkan. Paling tidak, dalam beberapa waktu terakhir, tidak ada pementasan ’’berkelas’’ yang ditampilkan sanggar-sanggar teater Riau, baik di Riau maupun di luar Riau.
Di tengah kemandulan prestasi itulah Opera Melayu Tun Teja ditampilkan. Bertempat di Anjung Seni Idrus Tintin, opera tersebut dipentaskan selama tiga hari-hari berturut-turut, yaitu 29, 30, dan 31 Agustus 2007. Orang yang menonton pun mengalir dari berbagai kalangan dengan jumlah ribuan. Beritanya diulas di berbagai media berhari-hari tanpa putus. Pentahbisan bahwa opera tersebut menjadi penanda kebangkitan kembali dunia tonil di Riau datang dari mana-mana.
Pementasan Opera Melayu Tun Teja dilaksanakan Yayasan Kesenian Riau, CIOFF Riau Section, dan Bandar Serai Orchestra. Mengambil seting masa lalu kejayaan kerajaan Melayu, opera ini berhasil mengupas beberapa sisi yang selama ini tidak terceritakan. Dengan penggarapan pementasan yang sempurna oleh sutradara SPN Marhalim Zaini dan tata musik yang sempurna juga dari SPN Zuarman Ahmad, opera ini tampil memukau segenap penonton.
Tidak salah kalau kemudian Yayasan Sagang memberikan anugerah kepada pementasan ini sebagai Karya Alternatif Pilihan Sagang 2007. Pementasan ini dianggap melewati simbol-simbol pementasan biasa karena mampu memberikan sesuatu yang ’’lebih’’ di dalamnya.
Anugerah Sagang 2007
Ini adalah kebudayaan dan kesenian terbesar di Sumatera, atau kedua terbesar dan bertahan paling lama di Indonesia setelah anugerah Rancake di tanah Sunda. Anugerah Sagang di mulai sejak tahun 1996 ini, pada tahun 2007 sudah memasuki usia yang ke-11. Tentu saja ini patut dicatat dalam sejarah pemberian anugerah di Indonesia. Karena ternyata, anugerah ini bukan hanya besar pada jumlah tahun, tapi juga semakin besar pada kapasitas. Jumlah penerima pada awalnya hanya untuk dua kategori, kemudian terus berkembang menjadi tujuh kategori pada tahun 2007. Jumlah hadiah yang diterima oleh penerima Anugerah Sagang juga semakin banyak dan diberikan pada helat yang lebih baik pula.
Untuk tahun ini, kategori Anugerah Sagang tersebut adalah Seniman/Budayawan Pilihan Sagang 2007 yang diberikan kepada budayawan besar dan ahli bahasa Riau UU Hamidy, Karya Buku Pilihan kepada Trombo Rokan karya Datuk Mogek Intan dan Junaidi Syam, Karya Alternatif Pilihan kepada Opera Tun Teja, Seniman Serantau kepada Asrizal Nur dari Jakarta, Lembaga Pilihan Sagang kepada Sanggar Musik Geliga, karya Jurnalistik Budaya Pilihan kepada Ilham Khori dari Kompas dengan judul tulisan Metamorfosis Zapin Melayu, dan satu kategori baru yaitu Karya Penelitian Budaya Pilihan kepada Arab Melayu 101 karya tiga serangkai Yahya Anak Rainin, Muhammad Arif, dan Jelprison.
Pekan Budaya Melayu Dunia
Salah satu even besar yang dilaksanakan di Riau di penghujung tahun ini dengan skala internasional adalah Pekan Budaya Melayu Dunia. Berbagai atraksi kebudayaan ditampilkan dari negeri serumpun Melayu. Seperti dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan lainnya. Hadir juga perwakilan dari warga Melayu dunia lainnya seperti Thailand, Filipina, Afrika Selatan, dan lainnya.
Selain pementasan atraksi kesenian, juga ada pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) yang berupa seminar dan juga loka karya. Semua ini merupakan salah satu tapak baru dalam pengaktualisasian diri Melayu di tengah kebudayaan besar dunia lainnya. Bahkan, salah satu rekomendasi dari pertemuan itu adalah mengusulkan Bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa pengantar di pertemuan negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Festival Film Indonesia (FFI)
Meski banyak mendapat kritikan, helat FFI yang dilaksanakan di Riau patut dimasukkan dalam sebuah catatan sejarah penting bagi Riau. Provinsi ini menjadi tempat pertama kalinya dilangsungkan FFI di daerah dalam 20 tahun terakhir. Selama dua dekade itu, FFI selalu dilaksanakan di Jakarta sebagai ibu kota negara.
Dan, helat yang dilaksanakan di Riau ini ternyata mendapat sambutan yang luar biasa. Bahkan, bagi Riau sendiri, meskipun banyak pihak yang meragukan kontribusi acara ini bagi perkembangan budaya Melayu, paling tidak ajang ini membuktikan bahwa Riau patut dicatat dalam perpetaan perkembangan kesenian di Indonesia. Dalam bentangan pemberian anugerah ini, Riau bahkan berhasil memasukkan salah satu kategori, yaitu kategori film berbahasa Indonesia yang baik.
Festival yang juga menuai kritikan dan penolakan dari beberapa elemen di tingkat nasional ini, juga memberikan kontribusi lain bagi perkembangan kesenian di Riau. Seperti klinik film bagi sineas Riau, dan juga beberapa kegiatan sosial yang berhubungan dengan Riau. Festival yang disiarkan secara langsung di salah satu stasiun televisi swasta ini, juga sangat bernuansa Riau. Artis papan atas Indonesia pun tidak ragu-ragu menggunakan busana Melayu sebagai busana kebesaran masyarakat Riau.***

0 komentar: