Tiba-tiba, Iyeth Bustami membuat kejutan. Penyanyi dangdut asal Riau ini, menyatakan siap maju sebagai bakal calon gubernur atau wakil gubernur Riau dalam Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) 2008. Orang-orang menebak, ’’kenekatan’’ Iyeth ini pasti terinspirasi dari kisah sukses rekan-rekan artisnya yang lain semisal Rano Karno, Dede Yusuf, dan kini menyusul si duda keren (duren) pedangdut Saiful Jamil.
Seriuskah Iyeth? Orang banyak melihat langkah ini sebatas sensasi. Bagaimanapun, sebagai artis Iyeth memang sensasional. Peraih berbagai penghargaan di bidang musik ini, memang sering membuat berita besar. Mulai dari lagunya yang meledak di pasaran, digugat karena dianggap menjiplak, menikah sirri, memiliki kedekatan khusus dengan seorang atau beberapa orang petinggi di Riau, kepemilikan rumah seharga Rp4 miliar di kawasan elite Jakarta, dan lain sebagainya.
Seriuskah orang lain menanggapi Iyeth? Ini yang lebih sensasional. Ternyata, figur Iyeth langsung mendapat tempat untuk dibicarakan. Bahkan, beberapa partai sedang menjajaki kedalaman lubuk hati dan akal budi Iyeth. Bukan hanya partai kecil, tapi juga partai besar. Salah satunya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang beberapa bulan terakhir tampil jumawa dan membelalakkan mata dalam beberapa pilkada. Sosok Iyeth dianggap mampu merepresentasikan kalangan muda, kawasan Riau pesisir, dan tentu saja akan mampu mendulang suara.
Beberapa politisi dan orang-orang yang disebut-sebut akan maju sebagai gubernur atau wakil gubernur, ternyata juga memberi respon positif. Salah satunya Chaidir, Ketua DPRD Riau, yang disebut-sebut sebagai calon yang diperhitungkan. Dia siap berduet dengan Iyeth di panggung politik, tapi tidak di panggung artis.
Saya mengenali Iyeth saat bertugas sebagai wartawan di Jakarta, tahun 2003 lalu. Beberapa kali kami melakukan komunikasi intensif, terutama tentang dunia kesenian. Sebagai sesama seniman kami beberapa kali curhat, bahkan merencanakan beberapa konsep di bidang kesenian. Saya sangat senang mengenalnya, karena Iyeth ternyata tidak menjadi orang Jakarta, meskipun tinggal di Jakarta. Perempuan hitam manis dan terkadang tampil metropolis ini, tetap tidak melupakan gaya hidup dan bahasa Melayu Bengkalis, Negeri Junjungan tempat dia berasal.
Dalam beberapa kali komunikasi itu, bila bicara soal politik dan kehidupan sosial, Iyeth nampaknya lebih banyak bercerita tentang kekecewaannya terhadap beberapa orang. Walaupun tak dapat disangkal ada beberapa manuver yang dilakukannya, tapi tetap saja bukan sebuah langkah politik praktis. Politik rajuk dan merunduk di bawah bayang-bayang orang lain, sangat jelas terasa. Mungkin ini bagian dari sublimasi kekecewaan dan ketidakberdayaanya selama ini. Coba saja selami kedalaman lirik lagu Ijuk yang dibanggakannya ketimbang Laksamana Raja di Laut yang fenomenal itu: Kau kusangka bulan, sayang/yang dapat kugenggam sayang/rupanya kau bintang yang jauh/tak mungkin dapat kusentuh...
Kalau nanti Iyeth benar-benar ikut bursa, tentu saja ini kejutan lain Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) 2008. Ini juga berarti menyuburkan tren seorang artis di ajang pemilihan kepala daerah. Di balik itu, kehadiran Iyeth juga akan memberi api baru yang akan menghangatkan dan memanaskan bakal calon lainnya. Karena bagaimanapun, milestone politik Riau juga pernah diwarnai dengan manuver Iyeth beberapa waktu lalu. Bukankah dari beberapa penggal lagu Ijuk di atas terlihat jelas nuansa rajuk, putus asa, sekaligus bibit dendam di sana?
Panggung politik memang tak jauh beda dengan panggung seni. Ada perjuangan di sana. Ada air mata, gelak tawa, hidden agenda, siasat, bibit ’’kesumat’’. Di panggung seni, Iyeth sudah membuktikan kapasitas dan kapabilitasnya melakoni itu semua. Di panggung politik, nampaknya Iyeth coba mencari sekaligus mengaktualisasikan jati diri.***
0 komentar:
Posting Komentar